DARI PUNCAK ILE LEWOTOLOK UNTUK INDONESIA
(Aku dedikasikan tulisan ini untuk mengenang kematian
Soe Hok Gie dan Idhan Lubis
Yang meninggal di pelukan Mahameru 16-12-1969)
“Dunia itu seluas langkah kaki. Jelajahilah dan jangan takut melangkah.
Hanya dengan itu kita bisa mengerti kehidupan dan menyatu dengan alam”
– Soe Hok Gie –
Pemandangan ke arah Laut Flores dari Hutan Pinus
Pada suatu pagi di bulan September, ketika saya kembali ke kampung
halaman saya yakni kampung Waowala, saya mengajak beberapa anak muda untuk trekking
ke puncak Ile Lewotolok. Ile Lewotolok merupakan Gunung api aktif yang terletak
di Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, oh ya kalau kalian pernah mendengar
festifal 3 gunung di Lembata maka Ile Lewotolok merupakan salah satunya. Gunung
tertinggi kedua di Pulau Lembata ini memiliki tinggi 1.450 Mdpl dan sangat
memanjakan mata ketika sudah berada di puncaknya, sejuta pesona yang tak
tergambarkan, bahakan Fiona Callaghan, Girindra Kara dan Revi Ekta merupakan deretan artis cantik yang pernah ada di puncak Ile Lewotolok
Pukul 08.00 kami meninggalkan kampung Waowala menelusuri jalan setapak yang
biasa dilewati masyarakat menuju ke kebun yang ada di sekitar lereng Gunung Ile
Lewotolok, maklum waktu itu jalan besar yang bisa di lewati oleh kendaraan roda
dua maupun empat belum di buka seperti sekarang. Berbekal seadanya, beberapa
bungkus mie instan, air minum secukupnya dan senter untuk penerangan, karena
untuk menuju ke puncak menikmati sunrise kami harus nge-camp dulu, sebenarnya
nge-camp yang saya maksudkan di sini adalah tidur beratapkan langit terbuka
maklum pendakian kami waktu itu seadanya saja. Untuk teman-teman yang ingin
mendaki sebaiknya jangan di tiru ya, lengkapi bekal kalian sebaik mungkin, membawa
tenda itu penting karena bisa istirahat secukupnya agar staminamu tidak habis
sebelum waktunya.
Tepat pukul 12.30 kami tiba di Nari, ini merupakan tempat istirahat kami
yang pertama disini kami memilih istirahat sambil menikmati segarnya air kelapa
muda, oh ya untuk teman-teman yang ingin mendaki sebaiknya membawa pemandu dari
anak muda Waowala, selain sudah mengenal medan kalian juga bisa menikmati
kelapa muda di Nari karena di sini ada kebun kelapa milik orang Waowala. Kami
melanjutkan perjalanan sambil sesekali beristirahat, selama perjalanan di sisi
kiri kanan sudah terlihat pemandangan yang menakjubkan di selingi bunyi burung
– burung hutan yang begitu merdu. Ketika memasuki hutan pinus jalanan semakin
menanjak, yah namanya juga mendaki gunung pasti menanjak kan teman-teman? Hehheh...,
di tengah hutan pinus ini kabut turun menutupi jarak pandang kami, kami terus
bergerak pelan sambil mengingatkan satu dengan yang lainnya untuk hati-hati,
kami sudah sepakat untuk bermalam di padang sabana stelah melewati hutan pinus.
Hutan Pinus menuju puncak Ile Lewotolok. Doc. Safry Lamataro
Tepat pukul 16.00 kami tiba di padang sabana, puncak masi cukup jauh
karena kami sudah sepakat untuk bermalam di sini maka kami mulai membersihkan
area di sekitar jalan untuk bermalam. Pukul 20.00 kami sarapan seadanya hawa
begitu dingin menusuk kulit, dengan beralaskan jeket kami tidur dibawah tenda
langit. Langit cerah, alam begitu bersahabat dengan kami, tidur sambil melihat
jutaan bintang di langit itu istimewa, damai dan tentram. Untuk di ketahui
teman-teman dataran sabana ini adalah tempat pemukiman suku Lamataro dan suku
Ladopurap dahulu kala sebelum bermigrasi ke bawah kaki gunung Ile Lewotolok.
Lubang dekat puncak yang oleh orang Waowala menamainya metong lamataro merupakan kepercayaan masyarakat setempat kalau ke
dua suku ini muncul dari sini. Ada beberapa nuba
(tempat sakral biasanya kepala suku memberi sesajen dalam ritual tertentu) di
sekitar tempat ini. Alangkah baiknya meminta izin terlebih dahulu ketika
mendirikan tenda, bersahabatlah dengan alam dan penghuni sekitarnya maka akan
baik-baik saja. Saya percaya bahwa leluhur tidak akan marah ketika kita juga
tidak merusak lingkungannya, bahakan sebaliknya ia senantiasa menjaga kita.
Menikmati pesona alam sepuasnya dan jangan tinggalkan apapun selain bekas kaki.
Apabila teman –teman tidak sanggup membawa barang-barang maupun sampah yang
kalian hasilkan sebaiknya hubungi anak muda Waowala sebagai porter juga sebagai
guide lokal yang menemani perjalanan
teman-teman.
Pukul 03.00 dini hari kami melanjutkan perjalanan, tak lupa kami mengopi
sebentar sekedar menghangatkan tubuh dan siap melanjutkan perjalanan, tanjakan
terakhir menuju puncak tidak terlalu sulit, berbeda dengan Gunung Fatuleu di
Kabupaten Kupang yang pernah saya daki, Gunung batu ini memeliki jalan yang
ekstrim dan berbahaya merngkak di atas bebatuan sungguh bukan hal yang mudah,
meski gunung ini hanya memiliki ketinggian 1100 Mdpl. Kami terus bergerak
dengan penerangan seadanya menelusuri trek dengan medan batu kerikil yang cukup
berbahaya. Sebenarnya ini bukan kali pertama saya mendaki puncak Ile Lewotolok,
sebagai anak kampung yang tinggal di bawa kaki gunung, saya sudah beberapa kali
tapi itu dulu masih SMP dan SMA hingga tak ada satupun moment yang diabadikan.
Lautan Pasir "Bromonya Lembata" yang begitu mempesona
Puncak Ile Lewotolok, tepat pukul 05.00 pagi, setelah dua jam perjalanan
segala capek, lelah perjalanan terbayar dengan pemandangan yang menakjubkan.
Laut Flores yang biru dibawa sana, Gunung Ile Boleng yang berdiri kokoh di
ufuk barat di selimuti awan-awan tipis dan seluruh kota Lewoleba terlihat jelas
dari puncak ini. Sujud syukur tak lupa saya panjatkan doa atas ciptaan Tuhan
yang begitu mempesona ini, saya merasa diriku begitu kecil di atas puncak ini
saya tidak menepuk dada bahwa saya menaklukannya, kata itu sebenarnya tidak
tepat bagi saya justru saya merasa bahwa di atas langit masih ada langit, bahwa
yang namanya puncak butuh pengorbanan yang tidak sedikit, bahwa di atas puncak membuatku
mengenal Indonesia lebih dekat.
Puncak Ile Lewotolok atau orang biasanya menyebut “Bromonya Lembata” karena terdapat kaldera yang begituh luas dengan lautan pasirnya, disisi kanan terdapat lubang tempat keluarnya asap belerang menandakan kalau Gunung Ile Lewotolok merupakan Gunung api aktif, untuk itu teman-teman sebaiknya jangan berlama-lama diatas puncak cukup sampai menikmati sunrise sebab semakin siang bisa saja asap beracun ini mengitari kaledra dan area sekitar puncak. Pukul 08.00 kami harus pulang, ingat jangan meninggalkan apapun selain bekas kaki, cintailah lingkungan anda bukan hanya di puncak gunung saja melainkan disetiap tempat wisata manapun yang teman-teman kunjungi. Menurun tak kalah beratnya dengan mendaki berbeda dengan trek Mahameru yang berpasir dan Fatuleu yang mesti merangkak diatas bebatuan meski tak terlalu curam namun kondisi trek berkerikil maka perlu ekstra hati-hati. Selamat tinggal puncak Ile Ape, sampai jumpa dilain kesempatan sebab puncak bukan segalanya melainkan tiba di rumah dengan selamat adalah kenikmatan perjalanan yang sesungguhnya.
Puncak Ile Lewotolok atau orang biasanya menyebut “Bromonya Lembata” karena terdapat kaldera yang begituh luas dengan lautan pasirnya, disisi kanan terdapat lubang tempat keluarnya asap belerang menandakan kalau Gunung Ile Lewotolok merupakan Gunung api aktif, untuk itu teman-teman sebaiknya jangan berlama-lama diatas puncak cukup sampai menikmati sunrise sebab semakin siang bisa saja asap beracun ini mengitari kaledra dan area sekitar puncak. Pukul 08.00 kami harus pulang, ingat jangan meninggalkan apapun selain bekas kaki, cintailah lingkungan anda bukan hanya di puncak gunung saja melainkan disetiap tempat wisata manapun yang teman-teman kunjungi. Menurun tak kalah beratnya dengan mendaki berbeda dengan trek Mahameru yang berpasir dan Fatuleu yang mesti merangkak diatas bebatuan meski tak terlalu curam namun kondisi trek berkerikil maka perlu ekstra hati-hati. Selamat tinggal puncak Ile Ape, sampai jumpa dilain kesempatan sebab puncak bukan segalanya melainkan tiba di rumah dengan selamat adalah kenikmatan perjalanan yang sesungguhnya.
Gerbang masuk menuju puncak Ile Lewotolok dari kampung Waowala
Sebagai informasi tambahan untuk teman-teman sekalian bahwa jalur
pendakian menuju puncak Ile Lewotolok bisa dilalui dari beberapa tempat namun
jalur yang bisa dilewati dengan kendaraan roda dua maupun roda empat hanya
melewati kampung Waowala. Untuk saat ini
pemerintah telah membuka akses jalan hingga mendekati hutan Pinus meski jalan
tak mulus namun bisa menghemat tenaga. Sekali lagi apabila teman-teman butuh
pemandu hubungi saja Karang Taruna kampung Waowala, mereka bisa saja jadi guide maupun portir menemani perjalanan
teman-teman, oh ya untuk harga bisa di kompromi wkwkwkwkkwk.
Oesapa,161218
Keren Tata No...
BalasHapusSukses selalu... Macam makin tidak sabar mau ke sana nih. Hehehe
Makasih Nana, su singgah di Blog saya. Ayok ke Lembata Nana.
BalasHapusSmpat mendaki skli , tapi tdk prnh pohon pinus . Apakah mmng bnr ada?
BalasHapusLya mendaki lewat jalur mana? Ayokk mendaki lewat jalur Waowala, lebih keren loh. Untuk pinus itu sbnrx ada bbrpa jenis pinus ya, yang dimaksdkan penulis tentang pohon pinus itu seperti dibbrpa fto yang saya abadikan. Ayokk akhir agustus nanti ada festival 3G ayookk gabung.
Hapus