Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2018
Gambar
FLAMBOYAN DAN KENANGAN NATAL DI WAOWALA Dok. zafry Lamataro. Flamboyan di jalan Timor Raya. “Waktu mengantar ku kembali lagi Setelah sekian lama ku pergi Aku rindu sore yang sama Aku ingin pulang ke sana Pulang kembali ke rumah Lelah ku merajut asa sendiri Lara kunikmati di dalam sepih Resah bila rumah tak dekat Kuterpukul bila ku ingat Di sana aku tak susah Aku pulang, aku kembali Aku pulang, pulang kembali ke rumah” Sebuah lagu karya anak papua di sore itu mengusik tidurku, kuputar ulang lagu itu beberapa kali sungguh lagu ini membuat aku hanyut, hanyut dalam memori kenangan–kenangan masa lalu di rumah, ya di rumah tempat ternyaman sejauh mana kaki melangkah. Penghujung Bulan Nofember, seperti biasa kisaran tiga puluhan derajat Celsius panas kota Kupang masih sama seperti tahun-tahun kemarin, sesekali hujan dan tiba-tiba saja langsung panas kembali begitulah cuaca yang tak menentu membuat orang-orangnya gerah, tapi bagi orang-orang yang sudah lama
Gambar
SURAT UNTUK IBU DI HARI IBU Teruntukmu Ibuku…. Ketika ribuan ucapan mengalir indah memenuhi dinding ruang media sosial, kutulis ini di blogku sebagai ucapan hari Ibu untukmu Ibu. Entah aku harus mulai dari mana, ingatanku tak sekuat ingatanmu, aku percaya Ibu masih ingat dengan rapih semua kenangan – kenangan bersama aku anakmu yang selalu menyusahkanmu, mulai dari susahnya menjaga aku dari dalam kandungan hingga sampai hari ini, aku belum bisa membahagiakanmu. Dualein dusun kecil di ujung kampung, di rumah bambu itu aku di lahirkan, hingga aku tumbuh menjadi anak laki – laki kesayangan Ibu yang siap masuk Sekolah Dasar. Aku masih ingat Bu, celana seragam merah yang robek dan ibu jahit pakai tangan sendiri dengan benang warnah putih yang mencolok hingga akhirnya aku robek celana itu menjadi lebih besar lagi. Aku masih ingat periuk yang pecah berkeping-keping ketika ku lempari dengan batu disaat ibu sedang membuat emping jagung, dan masih banyak lagi kenakalan – kenakalan
Gambar
DARI PUNCAK ILE LEWOTOLOK UNTUK INDONESIA (Aku dedikasikan tulisan ini untuk mengenang kematian Soe Hok Gie dan Idhan Lubis Yang meninggal di pelukan Mahameru 16-12-1969) “Dunia itu seluas langkah kaki. Jelajahilah dan jangan takut melangkah. Hanya dengan itu kita bisa mengerti kehidupan dan menyatu dengan alam” – Soe Hok Gie – Pemandangan ke arah Laut Flores dari Hutan Pinus Pada suatu pagi di bulan September, ketika saya kembali ke kampung halaman saya yakni kampung Waowala, saya mengajak beberapa anak muda untuk trekking ke puncak Ile Lewotolok. Ile Lewotolok merupakan Gunung api aktif yang terletak di Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, oh ya kalau kalian pernah mendengar festifal 3 gunung di Lembata maka Ile Lewotolok merupakan salah satunya. Gunung tertinggi kedua di Pulau Lembata ini memiliki tinggi 1.450 Mdpl dan sangat memanjakan mata ketika sudah berada di puncaknya, sejuta pesona yang tak tergambarkan, bahakan  Fiona Callaghan, G irindra Kara dan Rev
Gambar
MENGINTIP WARISAN BUDAYA LEWOTOLOK Ritual Pesta Kacang (Utan Wun Lolon) di Kampung Adat Lewotolok  Kata Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta Budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Dengan demikian budaya dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal dan cara hidup yang selalu berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Kampung adat Lewotolok secara admi

Cerpen "Mira Korban Kali Wai Ma dan Si Tuan Besar"

Hujan masih saja turun meski tak selebat pagi tadi, dikejauhan terdengar longlongan suara anjing. Malam itu lampu padam, hanya terlihat biasan cahaya lampu pelita dari balik dinding rumah yang terbuat dari keneka. dari dalam rumah tua itu ada Ama Kopong dan Ina Tuto, serta beberapa keluarga dekat. “Ina, sabar ina kita serahkan semuanya pada yang kuasa semoga anak kita secepatnya ditemukan dalam keadaan sehat,” ucap ama Kopong mencoba menguatkan istrinya yang dari tadi terus meratapi anaknya. Bunyi dentuman bambu yang dipukul warga kampung Loang itu bersahutan, dengan perlengkapan penerangan seadanya mereka menelusuri sepanjang pinggiran kali Wai ma, hujan masih saja turun banjir belum juga surut, mereka terus saja mencari dicelah-celah rerumputan maupun bebatuan dipinggiran kali sambil sesekali memanggil nama anak itu. tak terasa sudah delapan jam sejak siang hari mereka mencari tapi sejauh ini mereka belum menemukan anak itu.  Mira nona berkulit hitam manis berambut keriting sia