Jelita, Enu Molas dari Cibal.

Hujan baru saja turun dengan lebatnya, seketika berhenti dan matahari langsung menyambut dengan terik yang menyengat.  cuaca seperti ini kerap kali terjadi dipenghujung bulan Oktober di sebuah kota kecil yang dijuluki kota kasih. Aku sudah empat Tahun menetap di kota ini dan sedang menyelesaikan studi di salah satu  Universitas Negeri.  Di asrama Karang Mas  yang terletak di Jalan Suratim Oesapa aku menetap bersama teman - teman dari berbagai daerah. Sore itu sehabis hujan dengan segelas kopi dan sebatang rokok ditangan saya menghabiskan sisa waktu di teras asrama, tiba - tiba saya dikagetkan dengan suara yang memecah keheningan " selamat sore Kaka, maaf mengganggu di sini ada kamar kost yang kosong ko?" Terlihat dua orang perempuan berdiri dihadapan dengan tingkah malu - malu. " Sore juga, Ade dong cari kost - kosan ko? Jawabku singkat dengan dialek Kupang yang di buat - buat. " Ia kaka" balasnya. "Oh ia ada dua kamar yang kosong, kebetulan penghuninya baru saja keluar. Coba temui orng di kamar itu, dia yang menjaga asrama ini." Ucapku. "Terima kasih Kaka" jawab mereka sambil menuju ke kamar yang aku tunjuk tadi. Aku terus saja mengahabiskan kopi tanpa memikirkan apa-apa tentang kedua gadis itu.

Hari-hari selanjutnya aku disibukkan dengan tugas akhir aku begitu padat, hingga suatu hari aku melihat gadis yang beberapa hari lalu mencari kamar kost lewat dihadapanku, tanpa malu aku menyodorkan tangan sambil menyebut namaku " safry, Ade jadi tinggal dikamar kost itu ko?".ia kaka, sudah beberapa hari saya menetap disini. Oh ia aku Jelita" jawabnya. 

Semenjak perkenalan itu aku benar - benar merasa tak karuan ada saja pikiran yang selalu tertuju pada gadis itu, ah inikah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Aku beranikan diri untuk meminta nomor handphonenya, mungkin dengan komunikasi lewat handphone aku bisa bertanya banyak tentangnya sebab jangankan berbicara banyak dihadapanya menatap matanya yang indah itu aku tak sanggup.

" Hay, selamat malam, ini aku safry anak kos yang kemarin sempat kenalan dengan kamu." Sapaku mulai basa basi lewat aplikasi WhatsApp . " Oh ia, selamat malam juga Kaka." Balasnya cepat. Percakapan pun berlanjut aku yang lebih banyak bertanya  mulai dari tempat asal, tempat kuliah sampai hal pribadipun aku tanyakan. Malam itu kami akhiri obrolan kami dengan berjanji bahwa besok aku yang akan menjemputnya sehabis kuliah. Keesokan harinya sehabis kuliah aku menjemputnya, kami sudah janjian kalau kami tidak langsung pulang ke kost, tetapi ke pantai sekedar menikmati sunset sekaligus ada hal penting yang ingin kukatakan. 

Di pantai Pasir panjang tepatnya di belakang hotel On The Rock itu ku genggam tangannya dengan lembut sambil menatap dalam - dalam kedua bola matanya, " enu ada hal penting yang ingin kukatakan padamu, kuharap kamu tidak marah mendengarnya." Ucapku memulai percakapan kami disore itu. " Nana mau bilang apa? Balasnya singkat. " Semenjak pertemuan itu aku benar - benar merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku, jujur kamu benar-benar meracuni pikiranku" kugenggam tangannya semakin erat dari sudut mata kulihat ia menunduk malu. Ia tetap saja diam membisu, matahari terlihat merona di ujung senja, sunset benar-benar menakjubkan, alam benar-benar mewakili perasaanku yang berbunga-bunga. " Aku mencintaimu Jelita, sungguh. Aku sadar bahwa mungkin kamu menganggap aku gombal atau apa yang pasti, aku benar-benar mencintaimu. Dengan lembut ia menatapku " Nana, terima kasih aku juga mencintaimu. Seketika ingin kuteriak dengan sekuat-kuatnya ada perasaan haru dan bahagia bercampur menjadi satu kudekap dia sambil mencium keningnya " aku mencintaimu Jelita, sungguh. Aku tak perduli dengan orang yang ada disekitar tempat itu, yang kurasakan saat itu dunia adalah milik kami berdua aku benar-benar bahagia. 

Di sela-sela kesibukan akan tugas akhir kami menyempatkan diri untuk saling bertemu sekedar bertanya mengenai urusan kampus maupun hal lainnya, pantai Warna Oesapa menjadi tempat favorit kami menghabiskan malam minggu ataupun hari-hari lainnya ketika kami mulai suntuk dengan urusan kuliah. Seperti anak muda pada umumnya kisah cinta kami berjalan sebagaimana mestinya, tawa, tangis menjadi bumbu dalam hubungan kami. Sepanjang Jalan El Tari, Timor Raya, Suratim menjadi saksi sejuta kenangan. Diatas sepeda motor butut DH 6912 H menjadi saksi terkadang ada tangan yang melingkar lembut di pinggangku sambil dagu di topang pada bahuku kalau lagi sayang-sayangnya, terkadang pula duduk berjauhan di ujung sadel sepeda motor seolah-olah ada jarak pemisah. Begitulah tingkah konyol yang sering kami lakukan. Begitu banyak kisah yang kami lalui berdua hingga hari bahagia itu tiba, di penghujung bulan Juli itu aku diwisudakan. Diantara deretan kursi dalam ruangan itu aku menemukan sosok gadis cantik tersenyum ke arahku dengan bunga di tangannya, jelita menghampiriku mengucap selamat dengan mencium  lembut kedua pipiku, aku terharu bahagia, dia menjadi sosok perempuan yang menjadi motivator atas keberhasilanku selain orang tua, kami merayakan hari bahagia itu dengan ucapan syukur. 

Dari raut wajahnya yang ayu aku menemukan secuil kecemasan, ya kecemasan akan perpisahan sebab saya lebih dahulu menyelesaikan studi berarti lambat laun kami akan berpisah berat memang. Hingga suatu sore di sebuah lopo pantai Warna Oesapa sambil menggenggam erat tangan ku ia membuka percakapan kami, " Nana kapan mo bale Lembata?" Nana bagimana dengan hubungan kita ini? Sambil menatap dalam kedua matanya saya beranikan diri untuk menjawab pertanyaan nya. " Enu aku tau perpisahan ada di depan kita, bukan berarti bahwa kita berpisah untuk selamanya, aku sangat mencintaimu Nuc. Aku akan datang menemuimu, mendampingmu saat wisuda seperti yang kau lakukan untuk ku". Balasku. " Tapi aku takut nana, takut kehilangan kamu, aku tau hubungan jarak jauh bukan perkara muda, aku tau di luar sana banyak sekali wanita cantik yang jauh lebih baik dari aku." " Enu lihat aku, lihat ke dalam mataku aku janji aku tidak akan meninggalkanmu." Dia memelukku erat kulihat matanya berkaca-kaca, ku peluk dia semakin erat aku mencintaimu bisikku. Sebelum aku mengantarnya pulang ke kost, ku sampaikan padanya bahwa hari Selasa ini aku pulang ke lembata.

KMP Ile Mandiri dengan tujuan Kupang- Lembata berangkat pukul 14.00, di ruang tunggu pelabuhan Ferry Bolok Kupang kami diam membisu, Jelita duduk disampingnku sambil bermain dengan handphonenya sesekali ia lirik ke arahku. Aku tau dia berat untuk melepas kepergianku begitu juga aku. Kuusap rambutnya, terus memainkan jari-jari pada helai rambutnya yang dibiarkan terurai. " Enu sedikit lagi kapal akan berangkat, jaga diri kamu baik-baik ya jangan lupa kasih kabar, aku janji akan menjaga cinta ini sampai nanti kita di pertemukan di altar suci. Ia tetap diam kulihat air mata jatuh berderai, sambil melepas Rosario di lehernya ia kalungkan di leherku. " Pakai ini Nana, sebut namaku dalam doa-doamu kelak kita akan bertemu kembali dengan cinta yang sama seperti pertama kali kita bertemu. Tak terasa aku menjatuhkan air mata kudekap dia dalam pelukan seakan tak mau melepaskannya. Dengan berat ku melangkahkan kaki masuk ke dalam kapal, aku tak sanggup menoleh, terus melangkah menuju ke kamar di lantai atas Kapal Ile Mandiri. 

Lima bulan sudah berlalu, kami saling memberi kabar lewat handphone, aku masih sibuk dengan pekerjaan hingga belum sempat berkunjung ke kota Kupang. Lima bulan berikutnya dia memberi kabar kalau Minggu depan ia Wisuda. Aku benar-benar bahagia dan sedih, sedih sebab aku tak bisa menepati janjiku tuk mendampinginya saat wisuda. Aku tau dia pasti kecewa, tapi ada sedikit pekerjaan yang harus aku selesaikan hingga aku tak sempat berkunjung ke kota Kupang. Dia memintaku kado di belikan boneka Barbie, di balik telepon aku janji ketika sampai nanti akan kubelikan boneka untuknya. 

Satu tahun berlalu aku sadar dia benar-benar kecewa, aku juga belum menemuinya. Komunikasi kami sudah tidak seperti biasanya, hubungan kami mulai renggang, aku sadar ini semua salahku, aku benar-benar merasa bersalah, aku tau dia butuh kepastian dari hubungan ini.  Dari sahabat dekatnya aku tau kalau ia sudah pulang ke manggarai, pulang dengan membawa luka cinta yang aku ciptakan untuknya. Kini dia menutup semua jalur komunikasi untuku sekaligus menutup hatinya. Setelah tidak denganku kuharap kamu menemukan sosok yang lebih baik dariku, yang lebih keras memperjuangkanmu, bahagiala selalu biar kutemui pemilik rindu yang baru untuku. 

Sekian...

Komentar

  1. Ibaratnya pelangi dengan indahnya memancarkan warnanya tapi ketika itu sebentar dan menghilang😊Itulah suratan takdir yang telah digariskan bhawasannya kita manusia biasa tidak luput dari kata khilaf&keliru. Sukses ade🙏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pantai Wera Belahaken, Destinasi Wisata Baru di Desa Waowala.