Cerpen "Mira Korban Kali Wai Ma dan Si Tuan Besar"
Hujan masih saja
turun meski tak selebat pagi tadi, dikejauhan terdengar longlongan suara
anjing. Malam itu lampu padam, hanya terlihat biasan cahaya lampu pelita dari
balik dinding rumah yang terbuat dari keneka.
dari dalam rumah tua itu ada Ama
Kopong dan Ina Tuto, serta beberapa
keluarga dekat. “Ina, sabar ina kita serahkan semuanya pada yang kuasa semoga
anak kita secepatnya ditemukan dalam keadaan sehat,” ucap ama Kopong mencoba
menguatkan istrinya yang dari tadi terus meratapi anaknya.
Bunyi dentuman
bambu yang dipukul warga kampung Loang itu bersahutan, dengan perlengkapan
penerangan seadanya mereka menelusuri sepanjang pinggiran kali Wai ma, hujan
masih saja turun banjir belum juga surut, mereka terus saja mencari
dicelah-celah rerumputan maupun bebatuan dipinggiran kali sambil sesekali
memanggil nama anak itu. tak terasa sudah delapan jam sejak siang hari mereka
mencari tapi sejauh ini mereka belum menemukan anak itu.
Mira nona berkulit hitam manis berambut
keriting siang itu beranjak dari rumah menuju ke Lewoleba ibu kota Kabupaten
Lembata, seperti biasanya ia lalu berpamitan ke kedua orang tuanya, ayahnya Ama
Kopong seorang laki-laki paru baya bekerja sebagai penjual tuak dan arak yang
seminggu lalu jualannya disita pihak kepolisian di pelabuhan waijarang sebelum
dikirim ke kota kupang. Ah ini ma biasa arak produk lokal versus Whisky yang
dijual bebas tanpa disentuh sedikitpun pihak kepolisian. Ibunya seorang wanita
tenun ikat yang sampai hari ini bingung mau dijual kemana hasil tenun ikatnya
yang dulu si tuan besar selalu berteriak untuk ina-ina budayakan menenun.
Siang itu
setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya ia pun menuju ke kota menumpang oto kayu jurusan loang-lewoleba. Naas
menimpa, oto kayu yang ditumpanginya terseret arus banjir kali Wai ma
beberapa penumpang dan supir saling menolong untuk bisa ketepi kali, sayang
Mira gadis kelas XI SMAN 1 loang itu tak tertolong ia terseret arus air. Banjir
kali Wai ma sudah menjadi tradisi setiap tahun di musim hujan ia sudah berulang
tahun untuk kesekian kalinya. bahakan banjir yang sekarang jadi tontonan warga digadang-gadang menjadi
ikon pariwisata menyaingi wisata unik Gunung Batutara. Tidak jauh dari kali Wai
ma jalanan hotmix mulus licin semulus wajah kebarek
keropong Pulau Lepan Batan, di atas bukit sebelah kanan ada bukit cinta
pariwisata lembata yang konon katanya pembangunanya menyerap anggaran milyaran
rupiah. Lagi-lagi tidak jauh dari kali Wai ma sebelah kiri ada bangunan nan
menawan dipinggir tebing pantai milik si tuan besar sayang akses jalan menuju
ketempat ini tidak melewati kali Wai ma. Ironis memang dua tempat yang hampir
berciuman ini seperti langit dan bumi
Malam terus saja
semakin larut, pencarian terus berlanjut Ama Kopong dan Ina Tuto hanya
berpasrah pada Yang Maha Kuasa sembari berharap anak mereka dapat ditemukan. Di
penghujung tahun diawal bulan Desember duka itu, hujan air mata dibarengi gelak
tawa sekelompok orang dari balik gedung peten
ina. Semoga tidak ada korban Mira-Mira yang lainnya.
Ah...2019 semakin dekat.
Catatan :
Keneka : Dinding rumah yang terbuat dari belahan bambu.
Ama : Bapak
Ina : Ibu
Tuak : Minuman Keras, hasil sadapan pohon lontar
Oto Kayu : Bis kayu yang di jadikan sebagai bis transportasi di daerah Loang, Kabupaten Lembata
Keropong-Kebarek : Anak muda pria dan Wanita/ Pemuda-Pemudi
Gedung Peten Ina : Gedung DPRD Kabupaten Lembata
Catatan :
Keneka : Dinding rumah yang terbuat dari belahan bambu.
Ama : Bapak
Ina : Ibu
Tuak : Minuman Keras, hasil sadapan pohon lontar
Oto Kayu : Bis kayu yang di jadikan sebagai bis transportasi di daerah Loang, Kabupaten Lembata
Keropong-Kebarek : Anak muda pria dan Wanita/ Pemuda-Pemudi
Gedung Peten Ina : Gedung DPRD Kabupaten Lembata
Oesapa, 121217
kerennn kaka..
BalasHapusbisa jadi penulis ne..hahha
hehehe ,terima kasih..
BalasHapussekedar menulis jo..