FLAMBOYAN DAN KENANGAN NATAL DI WAOWALA

Dok. zafry Lamataro. Flamboyan di jalan Timor Raya.
“Waktu mengantar ku kembali lagi
Setelah sekian lama ku pergi
Aku rindu sore yang sama
Aku ingin pulang ke sana
Pulang kembali ke rumah
Lelah ku merajut asa sendiri
Lara kunikmati di dalam sepih
Resah bila rumah tak dekat
Kuterpukul bila ku ingat
Di sana aku tak susah
Aku pulang, aku kembali
Aku pulang, pulang kembali ke rumah”
Sebuah lagu karya anak papua di sore itu mengusik tidurku, kuputar ulang lagu itu beberapa kali sungguh lagu ini membuat aku hanyut, hanyut dalam memori kenangan–kenangan masa lalu di rumah, ya di rumah tempat ternyaman sejauh mana kaki melangkah.
Penghujung Bulan Nofember, seperti biasa kisaran tiga puluhan derajat Celsius panas kota Kupang masih sama seperti tahun-tahun kemarin, sesekali hujan dan tiba-tiba saja langsung panas kembali begitulah cuaca yang tak menentu membuat orang-orangnya gerah, tapi bagi orang-orang yang sudah lama menetap di kota ini, bukan menjadi suatu hal yang baru, kota Kupang dan panas itu “akrab” mereka sahabat sejati. Dibalik kota Kupang yang panas, ada sesuatu yang mampu menyejukan mata di akhir bulan Nofember. Deretan pohon flamboyan yang bermekaran di sepanjang jalan El Tari maupun di sudut – sudut kota itu menyejukan mata, seperti pohon sakura di Jepang. Flamboyan yang bermekaran itu menandakan kalau hari raya Natal telah tiba, flamboyan identik dengan Natal di kota Kupang karena bunga ini bermekaran di akhir bulan Nofember sampai bulan Desember.
Seperti Tahun kemarin, aku masih tetap merayakan Natal di kota ini, Flamboyanpun bermekaran seperti rinduku pada rumah yang berbunga-bunga, berat memang namun ada hal yang membuatku terpaksa tak pulang ke rumah, hingga sore ini lagu karya My Marthyns ini membuatku pulang, pulang dengan memori Natal masa lalu di kampung.

NATAL DI WAOWALA
Alam pikiranku terbang jauh ke belakang, sambil memungut kembali kenangan – kenangan yang tercecer tentang Natal di kampungku, kampung kecil di bawah kaki Gunung Ile Lewotolok, Kabupaten Lembata. Satu bulan sebelum hari raya Natal, dibentuklah susunan panitia Natal untuk melakukan segala persiapan, mulai dari pembersihan lingkungan gereja, pembuatan kandang natal sampai pada pembuatan tenda di halaman gereja. Semua ini dilakukan karena selain gereja St.Petrus Waowala ini kecil, Natal biasanya di hadiri oleh umat dari stasi lain dalam satu paroki sehingga dibutuhkan ruangan untuk perayaan natal berupa tenda –tenda di halaman Gereja. Umat – umat dari stasi lain ini akan menginap di rumah warga selama perayaan Natal, hal ini bisa di bayangkan bahwa untuk menyongsong kelahiran juru selamat umat-umat separoki ini harus hidup bersama-sama dalam satu keluarga baru meski hanya beberapa hari, sehingga ada kedekatan dan saling mengenal antara umat dalam satu paroki. Perayaan  natal yang jauh dari keramaian ini akan terasa lebih bermakna dengan kandang natal yang mungil dan sederhana, umat di sini menyadari bahwa Yesus dahulu juga lahir di kandang Natal yang hina dan jauh dari keramaian duniawi. Biasanya setelah pulang dari Perayaan Natal, umat di stasi Waowala ini sudah membuat tenda di setiap beberapa rumah sehingga semua umat saling bersilahturami, menyampaikan pesan Natal lewat makan bersama, saling bercengkrama dari satu tenda rumah ke satu tenda rumah yang lainnya, betapa begitu bahagianya Natal di Waowala.
Seiring berjalannya waktu Natal di Waowala seperti kehilangan ciri khas, anak muda seolah-olah hadir di perayaan Natal sebagai ajang pamer pakaian baru, umat yang biasanya datang menginap selama perayaan Natal kini hanya anggota paduan suara dan beberapa pengurus gereja, saling bersilahturamipun semakin pudar, pesan Natalpun kini di sampaikan lewat foto selfie depan kandang Natal dengan caption yang labil. Ketika dulu umat berdoa begitu khusuknya kini harus terganggu dengan aroma makarizo yang begitu menusuk dalam tenda, wajah-wajah baru bermunculan ternyata orang lama dengan gaya rambut baru, seolah – olah Natal memberi Warning “repung di larang ikut Natal.” Maaf kalau saya terlalu lebay, tetapi memang seperti itulah kenyataannya. Akan tetapi ada satu hal yang membuat saya bangga bahwa ketika Indonesia di hebokan dengan berbagai isu SARA, tentang mayoritas menindas minoritas, bahwa toleransi telah mati maka, datanglah dan belajar toleransi di Waowala. Ketika panitia Natal di bentuk, perlu diketahui bahwa panitia Natal ini adalah saudara-saudari kami dari kaum muslim, mereka mengerjakan semuanya hingga mereka menyiapkan rumah mereka untuk penginapan umat dari stasi lain. Begitu juga sebaliknya ketika saudara-saudari muslim melaksanakan hari raya mereka maka yang menjadi panitia adalah saudara dari umat Katolik, sunggu luar biasa toleransi di sini. Mereka menyadari bahwa perbedaan bukan menjadi halangan tetapi hidup bersama dalam perbedaan itu indah dan membuat hidup lebih bermakna, untuk itu sekali lagi Toleransi tumbuh subur di Waowala, datang dan belajarlah.
Natal Tahun 2018 telah di depan mata, mari kita semua menyiapkan palung hati kita untuk menyambut kedatangan sang Juru Selamat, karena Natal bukan semata mengenang kelahiran Yesus sebagai Bayi di atas palungan tetapi juga kehidupan Yesus yang penuh hikmat dan dicurahi roh kudus, merayakan Natal juga bukan semata Nyanyian dan pujian saja tetapi dengan upaya konkrit untuk hidup dalam hikmat Allah dan mengamalkannya dalam kehidupan kita.
Semoga Yesus sang Juru Selamat sungguh lahir di tengah-tengah kita dan memimpin kita untuk hidup dalam hikmat Allah.

SELAMAT NATAL 2018 DAN TAHUN BARU 2019
Catatan:
Stasi: Istilah kewilayaan dalam gereja katolik. Stasi di dalam paroki
Paroki: Istilah kewilayaan dalam gereja Katolik. Paroki lebih luas dari stasi.
Makarzso: jenis produkt yang berfungsi untuk meluruskan rambut keriting
Repung: bahasa daerah Lamaholot yang berarti rambut keriting

Oesapa,211218






Komentar

  1. Rindu kampung...
    ketika hari natal telah tiba
    hati mulai gembira sorak ria mulai terdengar lagi hanya rindu yang kian ku pendam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Suatu saat pasti Natal d kampung halaman arik...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pantai Wera Belahaken, Destinasi Wisata Baru di Desa Waowala.